Alat Musik Tifa dari Papua yang Sakral dan Erat dengan Ritual
Faktanya warisan budaya Indonesia sangatlah banyak, mulai dari rumah adat, makanan khas, pakaian adat, hingga alat musik. Salah satu warisan budaya yang perlu dilestarikan itu adalah alat musik tifa. Ini adalah alat musik dari Indonesia Timur, tepatnya dari Maluku dan Papua.
Alat musik tifa adalah adalah alat musik yang memiliki ukiran dengan motif khas pada bagian badannya. Faktanya, ukiran dari alat musik ini juga dijadikan sebagai tanda untuk pengenalan status sosial. Kita dengan mudah mengenal seseorang hanya dengan melihat dari tifa yang sedang ia mainkan. Misalnya, tifa yang digunakan oleh kepala desa dan masyarakat awam memiliki motif dan ukiran yang berbeda.
Tifa merupakan alat musik khas Indonesia Timur yang bentuknya seperti gendang. Alat musik ini sering digunakan dalam berbagai upacara adat. Suku Asmat juga dikenal dengan kemampuan dan kelihaiannya dalam memainkan alat musik ini. Bahkan, tifa dalam suku Asmat sering dijadikan identitas untuk kaum pria.
Tifa pada dasarnya bisa kita temukan di Papua dan di Maluku. Namun, ternyata orang Papua lebih gemar menggunakan alat musik yang satu ini.Selain itu, ada perbedaan mencolok antara bentuk tifa dari Papua dan Maluku. Tifa dari Papua terdapat pegangan di sisinya, sementara tifa Maluku hanya berbentuk tabung biasa yang tidak memiliki pegangan. Ada juga empat jenis alat musik tifa, yaitu tifa jekir, tifa potong, tifa dasar, dan tifa bas. Semua jenis tersebut ditentukan berdasarkan asal daerah dan ciri khasnya masing-masing.
Tifa dibuat dari sebatang kayu yang dikosongkan isinya. Bahan dasar yang tifa adalah kayu Lenggua karena kayu jenis ini dinilai memiliki kualitas yang sangat baik, tebal dan kuat. Ada juga yang menyebutkan bahwa tifa terbuat dari kayu lokal khas Papua, yakni kayu susu. Jenis kayu ini cuma bisa ditemui di hutan belantara dan kemudian dibuat menjadi tifa melalui serangkaian proses pembuatan khusus. Setelah dikosongkan bagian dalam kayunya, salah satu sisi tifa biasanya akan ditutup dengan kulit hewan, bisa biawak, soa-soa, atau rusa. Setelah itu, kulit akan diikat pada tifa dengan rotan secara melingkar.
Mengutip Ensiklopedia Jakarta, asal-usul tifa tidak lepas dari mitos-mitos yang ada di kalangan masyarakat pedalaman Papua. Diceritakan bahwa dahulu ada dua bersaudara asal Papua yang bernama Fraimun dan Sarenbeyar. Mereka pergi berpetualang meninggalkan desa mereka yang sudah tenggelam. Mereka kemudian menetap di Wampemder, Biak Utara.
Saat sedang berburu di malam hari, dua bersaudara ini menemukan pohon opsur, sebuah pohon yang mengeluarkan suara di tengah hutan. Keesokan harinya ketika mereka kembali mendatangi pohon untuk mencari tahu asal suara, ternyata mereka menemukan lebah madu, soa-soa, biawak, serta binatang-binatang lain yang tinggal di pohon tersebut. Akhirnya mereka memutuskan untuk menebang pohon tersebut dan kemudian bagian tengahnya dibuang menggunakan besi panjang yang ujungnya sudah dibuat tajam.
Bagian tengah pohon yang sudah dilubangi hingga menyerupai pipa kemudian mereka bakar supaya terlihat lebih rapi dan bagus. Awalnya sang adik berniat menutupi salah satu sisinya menggunakan kulit paha sang kakak, namun karena akan menyakiti sang kakak akhirnya mereka memutuskan untuk menggunakan kulit soa-soa. Cara menangkap soa-soa pun terbilang cukup. Mereka tidak menangkapnya begitu saja, tapi malah memanggil hewan tersebut menggunakan bahasa Biak. “Hei, napiri Bo..”.
Entah mengapa hewan tersebut seperti paham dan mengerti dan mendatangi keduanya begitu saja. Soa-soa pun dibunuh dan dikuliti untuk menutupi salah satu permukaan lubang kayu, dan hasilnya berupa alat musik tifa sebagaimana yang dikenal sekarang.
Alat musik tifa biasanya menjadi bunyi pendukung dari alat musik yang lain atau dikenal sebagai musik pengiring saja. Dengan tambahan alat musik ini, maka suara yang dihasilkan akan lebih indah didengar.
Tifa juga menjadi alat musik wajib dalam setiap upacara adat atau ritual yang diselenggarakan oleh masyarakat Papua dan Maluku. Tifa alat musik ritmis yang sangat menentukan untuk menghasilkan bunyi tetabuhan yang bisa membuat suasana ritual menjadi lebih hikmat. Jenis tifa yang digunakan harus disesuaikan dengan tarian dan lagu di dalam ritual, sebab bunyi yang dihasilkan akan mempengaruhi gerakan tarinya.
Penabuh tifa dan alat musik lainnya dalam upacara adat hanya boleh dilakukan oleh para laki-laki dewasa. Ini karena mereka dianggap sebagai sosok pemimpin yang kuat dan pantas memainkan musik ritual. Tidak semua orang boleh memainkan tifa dalam ritual, ada serangkaian prosedur yang harus dilakukan untuk mendapatkan izin dari tetua adat maupun masyarakat sekitar.
Hingga kini, para perempuan adat masih dilarang memainkan alat musik ini. Aturan memainkan tifa dalam ritual juga sudah berlaku secara turun temurun dan terus dijaga. Tifa juga menjadi alat musik yang wajib dimainkan saat seseorang hamil, melahirkan, saat anak beranjak dewasa, dan saat seorang meninggal dunia.
Hingga kini, alat musik tifa masih digunakan untuk mengiringi berbagai upacara adat. Namun, peraturan adat tidak berlaku jika tifa dimainkan sebagai alat musik biasa dalam pertunjukan musik atau acara budaya lainnya. Dalam perkembangannya, berbagai kreasi dalam memainkan alat musik tifa juga sering dilakukan dalam berbagai pertunjukan.Hal ini dilakukan agar tifa bisa semakin menarik. Terbukti tifa tidak hanya dikenal di Indonesia saja tetapi juga sudah terkenal ke mancanegara.
Link Vidio Mengenal Alat Musik Tifa
Comments
Post a Comment